Tepat tanggal 06 Nopember tahun ini, sampe juga ke kota jakarta–berkunjung ke makam poro Yai—sampe tiba akhirnya di kota surabaya. Kota yang panas, penuh debu, dan “kabut“. Yach, itu pendapat kebanyakan orang. Tapi lumayan juga dari pada jakarta yang macetnya minta ampun.
Surabaya, ketika kata itu sampe ke ujung-ujung syaraf gendang telingaku, pedih, haru, bahagia, duka, lara, dan semua rasa tumpah di kota pahlawan itu. Ach, bukan surabaya yang ingin aku cerita kepada semua. Yang jelas Surabaya kini telah menjadi bagian dari hidupku.
Saat berada di Jakarta, aku terkaget melihat orang itu. Orang yang satu tahun lalu bertemu denganku di pelataran perpustakan itu. Namun, satu tahun yang lalu itu, aku hadir dalam pemakamannya. (bersambung)
Salam Budaya,
kiranya sahabat tak enggan menengok koleksi naskah di blog kami. dan jika berkenan kita bisa bertukar link. salam…
ok. link Anda sdh saya pasang… salam 🙂
keren…tulisannya..
anak al-hikmah angkatan thn brp….
wah, ceritanya dibikin bersambung, ya, mbak. sudah ndak sabaran nih nunggu cerita berikutnya. hmm … surabaya termasuk salah satu kota yang memberikan kenangan tersendiri buat saya.
Iya Pak, mau segera saya sambungkan koq ndak konek2… 🙂
@ KHolil: lulusan 2006 Kang…