RPP SMA Kelas X Semester II

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Sekolah: SMA

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : X/II

Materi Pokok  : Menulis Cerpen

Aspek: Menulis

Standar Kompetensi: Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen

Kompetensi Dasar : Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar)

Karakter : Menyenangkan, kreatif, gemar menulis.

Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit

Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan pembelajaran ini, siswa diharapkan mampu:

1.  Menentukan topik yang berhubungan dengan kehidupan diri sendiri untuk menulis  cerpen.

2.  Mengidentifikasi pengalaman dramatis diri sendiri.

3.  Menulis kerangka cerpen dengan memperhatikan kronologi waktu dan peristiwa.

4.  Mengembangkan kerangka yang telah dibuat dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, konflik) dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

B.Indikator Pembelajaran

1.Siswa mampu menentukan topik yang berhubungan dengan kehidupan diri sendiri untuk menulis cerpen.

2.Siswa mampu mengidentifikasi pengalaman dramatis diri sendiri.

3.Siswa mampu menulis kerangka karangan cerpen dengan memerhatikan kronologi waktu dan peristiwa.

4.Siswa mampu mengembangkan karakter yang telah dibuat dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, konflik) dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

Materi Pembelajaran

1. Contoh-contoh cerpen; terlampir.

2. Ciri-ciri cerpen.

Berikut ini ciri-ciri cerpen:

a. Panjang cerita kurang lebih 10.000 kata.

b. Hanya mengandung satu gagasan tunggal.

c. Menyajikan satu kejadian yang paling menarik.

d. Berakhir dengan penyelesaian.

 

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis.

3. Syarat topik cerpen.

4. Kerangka Penulisan Cerpen

a. Peristiwa, Tokoh, Konflik

Narasi adalah cerita. Cerita didasarkan pada urutan kejadian atau peristiwa. Dalam kejadian-kejadian tersebut terdapat tokoh. Tokoh-tokoh tersebut menghadapi serangkaian konflik atau pertikaian. Tiga hal tersebutlah (urutan peristiwa, tokoh, dan konflik) yang merupakan unsur pokok sebuah narasi. Kesatuan dari urutan peristiwa, tokoh, dan konflik itulah yang sering disebut alur atau plot. Narasi bisa berupa fakta, bisa pula berupa fiksi atau rekaan. Narasi yang berisi fakta antara lain biografi (riwayat hidup seseorang), otobiografi (riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri). Narasi yang berisi fiksi atau rekaan antara lain novel, cerita pendek, cerita bersambung, atau cerita bergambar. Plot atau alur dalam sebua narasi dapat berupa alur tunggal, dapat pula terdiri dari alur utama dan beberapa buah alur tambahan atau sub-plot.

b. Latar dan Warna

Alur cerita (kejadian, konflik, dan tokoh) tentu saja tidak terjadi dari kekosongan (vacum). Pasti peristiwa tersebut terjadi pada waktu tertentu dan di tempat tertentu. Maka alur terikat pada latar waktu dan latar tempat. Latar tempat dan latar waktu membutuhkan kekhususan dan ketajaman deskripsi yang menunjukkan pada pembaca bahwa waktu dan tempat kejadian tersebut benar-benar khas sehingga cerita tidak dapat dipindahkan secara sembarangan karena kekhasan tersebut memberikan nilai tertentu. Inilah yang disebut sebagai warna lokal dalam cerita. Warna lokal ini diciptakan dengan memberikan deskripsi yang teliti tentang lokasi, benda-benda, tokoh-tokoh serta kebiasaan-kebiasaan setempat, dialog tokoh-tokohnya yang mengandung dialek-dialek tertentu.

c. Kerangka (Kisi-kisi Alur)

Kerangka atau kisi-kisi alur sangat penting untuk dibuat sebelum menulis cerpen. Kisi-kisi alur ini digunakan untuk menjaga agar dalam cerita yang akan dibuat tidak terjadi anakronisme, yaitu peristiwa yang salah waktu dan tempatnya. Di samping itu, kisi-kisi ini juga berguna untuk mempertahankan cerita agar dalam pengembangannya cerita tetap terfokus pada konflik yang direncanakan, tidak melantur ke mana-mana. Posisi penulis dalam sebuah naraie tentu saja ada yang bercerita, yang menceritakan kepada penulis/pembaca apa saja yang terjadi. De fakto yang bercerita adalah penulis cerita itu. Penulis cerita dalam bercerita dapat mengambil posisi sebagai orang di luar cerita yang menceritakan segala sesuatu yang dilihat dan didengarnya. Atau, bisa pula penulis mengambil posisi seolah-olah ia berada di dalam cerita tersebut. Ia ikut menjadi salahsatu tokoh dalam cerita yang dibuatnya itu.Pengambilan posisi diri ini sangat mempengaruhi cerita yang akan dibuatnya. Maka, diperlukan pertimbangan matang untuk memilih gaya pertama, atau gaya kedua sehingga nantinya terdapat konsistensi dalam bercerita.

d. Percakapan (Dialog)

Sebenarnya tidak ada aturan baku yang mengatur seberapa besar porsi dialog dalam sebuah cerita. Artinya, boleh saja sebuah cerpen sejak awal sampai akhir isinya dialog antartokoh. Porsi deskripsi latar dan peristiwanya dibuat seminimal mungkin. Namun, boleh juga sebuah cerpen hanya terdiri dari deskripsi semua, tidak ada dialog sama sekali. Hanya, rasa-rasanya akan menjadi cerpen yang tidak enak dibaca ketika tidak terdapat keseimbangan antara dialog dan deskripsi latar.

e. Latihan Menciptakan Tokoh

Misal menciptakan sebuah cerpen yang menggambarkan pertentangan budaya antara budaya Batak, budaya Bali, dan budaya Jawa.

1) Buatlah nama-nama tokoh (minimal 2 tokoh sentral, ada tokoh andalan, dan ada beberapa tokoh lain) beserta penjelasan mengenai latar belakang kehidupan dan perwatakannya.

2) Buatlah rencana tempat kejadian dari cerita yang akan dibuat beserta waktunya!

3) Buatlah pokok-pokok kejadian yang menggambarkan perkembangan konflik dari cerita yang akan dibuat!

5. Unsur-unsur cerpen (pelaku, peristiwa, latar, konflik); terlampir.

D. Metode Pembelajaran: Two Radian Together

E. Langkah-langkah Pembelajaran

1.Kegiatan Pra (awal) 25 menit

a. Guru memberikan apersepsi dengan menanyakan cerpen yang disukai siswa.

b. Guru menampilkan/menunjukkan kartu cuplikan cerpen sebanyak siswa yang ada.

c. Guru meminta siswa untuk mengambil kartu secara acak.

d. Siswa diminta meneruskan cuplikan cerpen yang telah mereka pilih sesuai dengan bahasa masing-masing.

e. Guru memberikan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2. Kegiatan Inti (95 menit)

a. Separuh dari jumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar.

b. Separuh dari jumlah siswa lainnya membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam.

c. Siswa yang berhadapan menukarkan kartu cuplikan yang telah dipilih beserta cuplikan lanjutan yang telah ditulis siswa sebelumnya.

d. Siswa lainnya kembali diminta meneruskan cuplikan cerpen yang telah mereka terima sesuai dengan bahasa masing-masing.

e.Cerpen yang telah selesai dibuat dikumpulkan menjadi satu di meja guru.

f. Guru memberikan konfirmasi kepada siswa atas hasil kerja siswa mengenai unsur-unsur cerpen yang ada.

g. Siswa kembali menentukan topik yang berhubungan dengan kehidupan diri sendiri untuk menulis cerpen.

h. Siswa menentukan kerangka karangan cerpen dengan memerhatikan kronologi waktu dan peristiwa.

i. Siswa diminta mengembangkan karakter yang telah dibuat dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, konflik) dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

j. Setelah selesai tukarkan hasil penulisan cerpen kepada teman sebangku dan saling mengemukakan pendapat sekaligus memeriksa ejaan cerpen.

k. Siswa diminta memperbaiki cerpennya berdasarkan masukan atau saran dari teman sebangku tersebut.

l. Siswa diminta untuk menulis di bagian bawah cerpen terkait data tentang pengalaman yang menjadi sumber inspirasi cerita.

m. Setelah selesai, kumpulkanlah kepada gurumu untuk diperiksa dan dinilai.

3. Kegiatan Pasca (akhir) 15 menit

a. Siswa diminta menggambar dari cuplikan cerpen yang telah selesai dibuat.

b.                                                         Guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman langkah pembuatan cerpen yang telah dilalui.

c.                                                                 Siswa diminta menuliskan cerpen berdasarkan pengalaman orang lain untuk dikumpulkan pekan selanjutnya.

d.                                                         Penutup.

F.                                                         Sumber Belajar

1.                                                                 Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas X Semester II

2.                                                                 Modul

3.                                                                 Lembar Kerja Siswa

4.                                                                 Kumpulan Cerpen

5.                                                                 Materi dari berbagai sumber (buku, internet, artikel, jurnal, diktat kuliah dll)

G.                                         Penilaian

1.                                                                 Penilaian Proses

Penilaian proses dilakukan saat pembelajaran dengan menekankan pada keaktifan siswa dalam pembelajaran, kemampuan bekerjasama, dan kualitas ide yang disampaikan.

2.                                                                 Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar dilakukan dengan memerhatikan proses kreatif siswa dalam menulis cerpen.

3.                                                                 Instrumen Penilaian

Bentuklah dua kelompok besar dan kecil untuk saling tukar informasi mengenai cerpen yang telah ditulis!

 

H.                                         Lampiran

a.                                                                 Kumpulan Cerpen

Cuplikan Cerpen 1

Jangan Menyebut Dua Frasa Itu

Cerpen Marhalim Zaini

Yang hidup di tepi laut, tak takut menyambut maut. Tapi ia, juga orang-orang yang tubuhnya telah lama tertanam dan tumbuh-biak-berakar di kampung nelayan ini, adalah sekelompok paranoid, yang menanggung kecemasan pada dua frasa. Dua frasa ini merupa hantu, bergentayangan, menyusup, menyelinap, dan acapkali hadir dalam sengkarut mimpi, mengganggu tidur. Dan saat bayangannya hadir, ia membawa kaleidoskop peristiwa-peristiwa buruk, yang menyerang, datang beruntun. Maka, ketahuilah bahwa dua frasa itu sesungguhnya kini hadir lebih sebagai sebuah energi negatif yang primitif, selain bahwa ia juga sedang menghadirkan dirinya dalam sosoknya yang energik, molek dan penuh kemegahan.

Tapi mampukah ia, si renta yang bermulut tuah, bertahan untuk tidak menyebut dua frasa itu, yang sesungguhnya telah demikian lekat bersebati di ujung lidahnya, bagai asin laut yang ia cecap setiap hari dan terus mengalir di air liur ke-melayu-annya.

 

Cuplikan Cerpen 2

Kota Kelamin

Cerpen Mariana Amiruddin
Mataku berkaca membentuk bayangan. Bayangan wajahnya. Wajah pacarku. Wajah penuh hasrat menjerat. Duh, dia menyeringai dan matanya seperti anjing di malam hari. Aku tersenyum dalam hati, ia menggeliat, seperti manusia tak tahan pada purnama dan akan segera menjadi serigala. Auu! Ia melolong keras sekali, serigala berbadan sapi. Mamalia jantan yang menyusui. Aku meraih putingnya, menetek padanya, lembut sekali. Lolongannya semakin keras, menggema seperti panggilan pagi. Pada puncaknya ia terkapar melintang di atas tubuhku. Dan tubuh pagi yang rimbun. Ia tertidur.

Pagi menjelang, ketika gelap perlahan menjadi terang. Tampak tebar rerumput dan pepohonan menjulang, angin dan sungai dan di baliknya bebek-bebek tenggelam dalam gemericik. Kutatap tubuhnya yang berkeringat membasahi tubuhku. Mengalir menumpuk menjadi satu dengan keringatku. Bulir-bulir air seperti tumbuh dari mahluk hidup. Bulir-bulir yang juga dinamai embun-embun bertabur di atasnya, bercampur keringat kami.

 

Cuplikan Cerpen 3

Simpang Ajal

Cerpen Satmoko Budi Santoso

Selesai sudah tugas Montenero. Karenanya, kini ia tinggal bunuh diri. Bunuh diri! Itu saja. Betapa tidak! Ia telah membunuh tiga orang itu sekaligus. Ya, tiga orang. Santa, orang yang dengan serta-merta memenggal kepala bapaknya ketika bapaknya menolak menandatangani selembar kertas yang berisi surat perjanjian untuk terikat dengan sebuah partai. Lantas Denta, yang ketika pembunuhan itu terjadi berusaha membungkam mulut bapaknya agar tidak berteriak, serta Martineau yang mengikatkan tali pada tubuh bapaknya agar bapaknya tak bergerak sedikit pun menjelang kematiannya. Karena itu, sekarang, Montenero sendiri tinggal bunuh diri!

“Selamat malam, Montenero. Sebaiknya kamu kubur dulu ketiga mayat itu baik-baik! Setelah itu, terserah!” ucap batin Montenero, meronta.

“Ya, kubur dulu! Lantas, selamat tinggal!” sisi kedirian batin Montenero yang lain menimpali.

Sesungguhnya Montenero memang tidak perlu menjumput beragam kebijaksanaan untuk sesegera mungkin mengubur mayat-mayat itu. Toh memang, tugas pembantaiannya telah usai. Dan dengan sendirinya, dendam yang bersemayam di dalam dirinya lunas terbalaskan.

 

Cuplikan Cerpen 4

AIDA            KREOL           

Cerpen Raudal Tanjung Banua

INI kepulangan yang mendebarkan, setelah lama ia bayangkan bakal menuntaskan kunjungan ke sebuah kota “yang dibangun dari menara sekaligus terowongan bawah tanah”. Ya, ini akan menjadi kepulangan yang menuntaskan segala sesak di dada Aida, tentu bukan lantaran ia punya sedikit gejala asma. Meski ia sendiri, sungguh celaka, tak sanggup merumuskan sesak karena apa. Aneh memang, tiap kali ia mencari tahu apa yang bergolak dalam batinnya (yang sesungguhnya tidak menyenangkan), yang muncul justru debar. Seolah ia menunggu sesuatu entah apa, tapi dengan membayangkannya saja semuanya terasa menyenangkan.

Ah, semoga benarlah semua bakal menyenangkan, ia berharap. Ya, mestinya memang demikian. Ini kepulangan yang kedua kalau dihitung sejak ia bertunangan dengan Kudal, laki-laki perantauan yang dicintainya. Serta kepulangan pertama sejak Aida menikah dan punya seorang anak yang gemar melukis bis. Seharusnya pernikahan mereka di kampung juga, tapi malaria yang menulari mereka di kapal, membuat mereka memasang nawaitu, membulatkan tekad untuk segera menikah jika sembuh–padahal baru saja datang dari kampung yang jauh.

Maka begitu sembuh, jadilah mereka “pengantin malaria”, berkah yang menuntaskan pertunanganan menjadi perkawinan seketika, mengenyahkan sekian rumus rumit berumah tangga. (Mengapa tak malaria di kampung saja kalau ternyata membuat kami menikah sekarang juga? Kata Kudal garuk kepala. O, inilah rahasia jodoh, kata petugas nikah yang arif-bijaksana). Batal menikah di kampung, tak apa, toh semuanya rampung dengan cepat, di mana mereka sebagai pengantin pun kaget mendapatkan diri saling pandang di ranjang rumah kontrakan. Sepasang mata mereka basah. Tapi lalu terbiasa. Termasuk menyiapkan kepulangan kali ini, sebutlah “membayar hutang” kepulangan yang tertunda–o, mereka pun arif-bijaksana!

 

 

 

Langkah Menulis Cerpen

Langkah menulis cerpen tidak jauh berbeda dengan mengarang pada umumnya. Berikut ini adalah tahap-tahap penulisan cerpen.

1.                                                         Menentukan tema cerpen.

Tema merupakan permasalahan dasar yang menjadi pusat perhatian dan akan diuraikan agar menjadi jelas. Tema sangat berkaitan dengan amanat/pesan/tujuan yang hendak disampaikan kepada diri pembaca. Tema dapat diperoleh dari proses menggali pengalaman-pengalaman yang mengendap atau refleksi peristiwa vang baru dialaminya.

2.                                                         Mengumpulkan data-data, keterangan, informasi, dokumen yang terkait dengan peristiwa/pengalaman yang menjadi sumber inspirasi cerita.

3.                                                         Menentukan garis besar alur atau plot cerita. Secara bersamaan dengan tahap ini, menciptakan tokoh dan menentukan latar cerita.

4.                                                         Menetapkan titik pusat kisahan atau sudut pandang pengarang.

5.                                                         Mengembangkan garis besar cerita menjadi cerita utuh.

6.                                                         Memeriksa ejaan, diksi, dan unsur-unsur kebahasaan lain serta memperbaikinya jika terdapat kekeliruan.

 

b.                                                                 Bahan Ajar

Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur- Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain sebagai berikut.

1.                                                         Tema cerita

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat            mengikat            kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.

2.                                                         Alur Cerita

Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.

Lebih lanjut Stanton mengemukakan bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plot ialah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat.

3.                                                         Penokohan

Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.

Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

4.                                                         Latar

Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi.

Menurut Nurgiyantoro (2004:227            233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.

1.                                                         Latar Tempat

Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.

2.                                                         Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah             kapan             terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah            kapan            teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.

3.                                                         Latar Sosial

Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

 

 

 

5.                                                         Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.

 

Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang. Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.

1)                                                         Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan            aku           , atau seperti tak seorang pun)?

2)                                                         Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau berganti-ganti)?

3)                                                         Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikirn, atau persepsi pengarang; kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan, atau persepsi tokoh)?

4)                                                         Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-ganti)?

 

Selain itu pembedaan sudut pandang juga dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca: lebih bersifat penceritaan, telling, atau penunjukan, showing, naratif atau dramatik. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama.

a.                                                                 Sudut pandang persona ketiga :            Dia           

Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya            Dia           , narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.

Sudut pandang            dia           dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh            dia           , jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan            pengertian            terhadap tokoh            dia            yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.

a)                                                                            Dia            mahatahu

Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut            dia           , namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh            dia            tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh            dia           yang satu ke            dia            yang lain, menceritakan atau sebaliknya            menyembunyikan            ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.

b)                                                                    Dia            terbatas,            Dia            sebagai pengamat

Dalam sudut pandang            dia            terbatas, seperti halnya dalam           dia           mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh            dia           , namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

b.                                                         Sudut Pandang Persona Pertama:            Aku           

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view),            aku           . Jadi: gaya            aku           , narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si            aku            tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si            aku            tersebut.

a)                                                                            Aku            tokoh utama

Dalam sudut pandang teknik ini, si            aku            mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si            aku           menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si            aku           , peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si            aku            menjadi tokoh utama (first person central).

b)                                                         Aku            tokoh tambahan

Dalam sudut pandang ini, tokoh            aku            muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh            aku            hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian            dibiarkan            untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si            aku           tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.

 

Dengan demikian si            aku            hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si            aku            pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

6.                                                         Gaya Bahasa dan Nada

Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.

 

c.                                                                 Instrumen Asesmen

Bentuklah dua kelompok besar dan kecil untuk saling tukar informasi mengenai cerpen yang telah ditulis!

 

 

Rubrik Penilaian Penulisan Cerpen

Nama Siswa                                                                                                                                                                 :

Kelas/No. Absen                                                                                                         :

Tanggal Penilaian                                                                                                 :

Kompetensi Dasar                                                                                  : Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar)

 

No Aspek Penilaian Deskripsi Skor
1. 

 

 

 

 

 

 

Penentuan topik dan pemilihan peristiwa 

a.  Sangat baik (90   Baik (80   Kurang baik (70   Tidak baik (0 69)

 

 

 

– Pengalaman pribadi, dramatis, unik

–  Pengalaman pribadi, dramatis, tidak unik

– Pengalaman pribadi, tidak dramatis, unik

– Pengalaman pribadi, tidak dramatis, tidak unik

2. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keutuhan perwatakan pelaku/tokoh  Sangat utuh (90 Utuh (80 Kurang utuh (70 Tidak utuh (0 69)

 

 

 

-Hadir dalam setiap peristiwa, karakter tetap, dan satu gagasan tunggal

– Hadir dalam setiap peristiwa, karakter tetap, dan gagasan tidak jelas

– Hadir dalam setiap peristiwa, karakter tidak tetap, dan gagasan jelas

–  Hadir dalam setiap peristiwa, karakter tidak tetap, dan gagasan tidak jelas

3. 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kejelasan bahasa yang digunakan 

a. Sangat jelas (90 Jelas (80 89)

 

c.  Kurang jelas (70   Tidak jelas (0 69)

 

 

 

–  kalimat jelas, runtut, dan pilihan diksi tepat

–  kalimat jelas, tidak runtut, dan pilihan diksi tepat

–  kalimat tidak jelas, tidak runtut, dan pilihan diksi tepat

–  kalimat tidak jelas, runtut, dan pilihan diksi tidak tepat

4. 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ketepatan penggunaan majas 

a.  Sangat tepat (90   Tepat (80   Kurang tepat (70   Tidak tepat (0 69)

 

 

 

– Koherensi dan sesuai dengan perumpamaan

–  Koherensi dan tidak sesuai dengan perumpamaan

–  Tidak koherensi dan tidak sesuai dengan perumpamaan

5. 

 

 

 

 

 

Keruntutan dalam penyusunan: 

a. Sangat baik (90   Baik (80   Cukup baik (70 Kurang baik (0 69)

 

 

– Runtut, kohesi, dan koherensi

– Runtut, kohesi, dan tidak koherensi

– Tidak runtut, kohesi, dan koherensi

– Tidak runtut, tidak kohesi dan koherensi

Total Skor

 

Keterangan:

Penilaian dilakukan dengan cara membagi jumlah skor dengan 5 aspek yang dinilai.

 

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

 

 

 

 

————————————– ———————————-

NIP NIP

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *