Serpihan Mutiara Hati (1)

Aku memaksa.

Adik sepupu Umi, Tina namanya. Melarangku melakukan penelitian di kampungnya lantaran ada seorang gadis kecil yang aneh di kampung Talung itu. Namun aku bersikeras tetap akan melakukan tugas dari kampus untuk penelitian. Dengan alasan apa pun dan siapa pun yang mencegahku, terlebih hanya karena keberadaan gadis kecil itu.

Bi Tina pun akhirnya menampungku. Ia hanya berpesan untuk tidak keluar rumah dan telingaku ditutup kapas agar tidak dapat mendengar apa pun saat malam tiba. Aku semakin penasaran. Pesannya aneh dan tidak masuk akal.

Malam pertamaku di Talung penuh teka-teki. Aku tidak menuruti apa kata bibi. Aku mencoba membuat beberapa langkah untuk penelitian hingga larut malam. Tepat jam 00.00 WIB aku merasakan sesuatu yang ganjil. Tangis panjang anak kecil yang memilukan. Namun semakin lama suara itu terasa semakin dekat. Telingaku tak dapat menahannya. Berdarah. Walau aku terus mencoba menutup telingaku sekuat tenaga untuk tidak mendengar jeritan gadis kecil itu.

Satu jam terlewati. Suara itu pun laun berhenti pelan. Bibi yang sejak sore tidak tidur menghampiri kamarku. Ia kaget melihat tangan dan telingaku bersimbah darah. Namun bibi mengerti lantaran sifatku yang keukeuh dan tidak mau menuruti apa kata orang jika memang tak beralasan. (bersambung…)

Leave a Reply

2 komentar pada “Serpihan Mutiara Hati (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *