Bahasa dan Media

Hubungan antara bahasa dan media sangat erat. Penggunaan bahasa dalam media beraneka ragam sesuai dengan kepentingan. Hubungan bahasa dan media seringkali digunakan untuk mencari kekuasaaan guna memenuhi unsur kepentingan dan memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk mencapai kepentingan itu. Untuk memenuhi kepentingan yang beraneka ragam dapat digunakan media sebagai alat mencari kekuasaan. Kepentingan ini meliputi banyak aspek, di antaranya agama, pendidikan, metabahasa, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Untuk memperoleh akses informasi ini digunakanlah bahasa sebagai alat komunikasi.

Kekuasaan dapat pula diraih dengan memberikan pengaruh. Pengaruh disampaikan melalui media-media. Banyak sekali bermunculan media yang memiliki tingkat persuasif yang sangat tinggi. Hal ini tidak lain karena dibalik persuasivitas media yang tinggi tersebut dihegemoni oleh faktor kepentingan.

Media komunikasi dapat berupa media cetak (koran, majalah, jurnal, dll.), radio, televisi dengan berbagai alat perantara (antena, kabel, parabola), hingga media online yang berupa website/blog. Semua jenis media ini digunakan atas dasar kepentingan, mulai dari promosi, intimidasi, provokasi, persuasi, romantisme, dll. Jika ditrikotomikan fungsi media digunakan sebagai alat memperoleh informasi, mencari hiburan, dan mencari informasi plus hiburan) infotainment.

Terkait dengan kepentingan dan pengaruh tentu tak luput juga akan kekuasaan. Media massa bergerak dalam masyarakat yang ditandai oleh adanya penyebaran kekuasaan yang diberikan kepada individu, kelompok, dan kelas sosial secara tidak merata. Media massa dalam beberapa hal berkaitan dengan struktur politik dan ekonomi yang ada. Disisi inilah dapat ditelusuri potensi media berhubungan dengan kekuasaan, di saat media dianggap memiliki konsekuensi ekonomis tempat diperebutkannya kontrol dan akses.

Media massa merupakan bagian dari struktur sosial. Dalam hal ini media massa merupakan komponen yang memelihara stabilitas dan harmoni. Dengan kedudukan semacam itu, fungsi media massa sebagai bagian dari mekanisme sosial bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara berbagai komponen dalam masyarakat.

Jika media memiliki kekuasaan untuk memroduksikan dan mempertahankan wacana yang dominan maka media juga bisa menjadi agen bagi perubahan wacana. Seperti media menggunakan bahasa yang tidak seksis dan mendorong adanya kesetaraan dalam representasi antara pria dan wanita. Selain itu, adanya pembuatan istilah dan konsep baru, yakni pemberian label pada kejadian atau fenomena sosial tertentu dan label ini kemudian diterima oleh masyarakat sebagai istilah baru. Begitu pula pada suara dalam media yang meliputi aksen dan register. Orang akan mengubah aksen yang digunakan sesuai dengan medianya. Allan Bell (dalam Linda, 2007)[1] menyebut fenomena di mana seorang penutur mengubah gaya bahasa sesuai dengan pendengar atau pemirsanya ini sebagai “disain pemirsa”. Sementara register, adalah variasi linguistik yang disesuaikan dengan konteks penggunaan bahasa. Artinya, bahasa yang digunakan akan berbeda-beda tergantung pada jenis situasi dan jenis media yang digunakan. Bahasa memainkan peranan penting di dalam menstruktur konvensi-konvensi yaitu lewat adanya hubungan antara register tertentu dengan jenis program tertentu.

Hal-hal di atas tidak lepas dari adanya hubungan masyarakat dengan media dan bahasa. Ini sejalan dengan pendapat Laswell dan Wright (dalam Severin, 2008)[2] menyebutkan bahwa pakar komunikasi dan profesor hukum di Yale, mencatat ada 4 fungsi media massa, yaitu pengamat lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespons lingkungan, penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dan untuk hiburan.

Dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi suatu tantangan, masyarakat menggunakan sistem komunikasi sebagai sebuah forum atau ajang diskusi. Karena perubahan acapkali tak terelakkan, masyarakat itu harus berembuk sejauh mana dan seperti apa perubahan yang dapat diterima. Ini sejalan dengan fungsi media yang kedua yaitu korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespons lingkungan (Rivers, 2008).[3]

Iklan merupakan salah satu media komunikasi. Di sisi lain, bahasa merupakan realiatas sosial iklan. Dengan demikian media, bahasa, dan lingkungan merupakan satu kesatuan. Artinya, pembentukan realitas bahasa tidak terlepas dari peran ‘diri’ pemirsa yang secara dialektika berhubungan dengan lingkungannya. Penciptaan realitas dilakukan dengan menggunakan bahasa. Ketika akan menciptakan realitas benda, maka bahasa digunakan untuk ‘penggambaran’ realitas itu, namun di saat akan menciptakan citra realitas terhadap suatu benda, maka bahasa saja tidak cukup untuk tujuan tersebut, sehingga digunakan tanda bahasa sebagai alat penggambaran citra itu. Sebagai bagian dari dunia komunikasi, maka iklan menggunakan bahasa sebagai alat utama untuk melakukan penggambaran tentang sebuah realitas (Bungin, 2008).[4]


[1] Thomas, Linda & Shan Wareing. Language, Society, and Power, Ed: Abd. Syukur Ibrahim, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal 78.

[2] Werner J. Severin & James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi; Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal. 386.

[3] William L. Rivers, et al. Media Bahasa dan Masyarakat Modern. (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal. 34.

[4] MM. Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal. 228.

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *