Bahasa dan Identitas

Pembentukan identitas sangat berkaitan dengan bahasa, dan oleh karena itu bahasa mempunyai pengaruh yang besar terhadap kendali sosial. Hal ini dapat dilihat dari identitas seseorang seringkali tercermin dari bahasa yang digunakan. Bahasa menunjukkan bangsa dan budaya. Selain itu, bahasa juga menjadi konvensi para pengguna dalam kelompoknya untuk menunjukkan identitas masing-masing.

Cara berpakaian, berperilaku, dan varian bahasa yang digunakan, merupakan beberapa contoh yang dapat ditafsirkan sebagai cara menunjukkan identitas sosial, identitas kelompok, maupun identitas pribadi. Penggunaan nama dan sapaan yang digunakan akan memosisikan diri kita dalam hubungannya dengan orang lain, baik menciptakan jarak sosial, membangun keakraban, menghormati, maupun merendahkan.

Dalam kaitannya bahasa menunjukkan identitas seseorang, juga erat kaitannya dengan kekuasaan yaitu adanya kelompok tertanda dan tidak bertanda. Secara tidak langsung akan berhubungan juga dengan identitas sosialnya. Sehingga identitas pribadi tidak selalu bisa membentuk sendiri identitas sosial yang ia inginkan karena identitas sosial selalu terkait dengan cara orang lain memandang identitas sebagai individu yang murni pribadi, karena persepsi seseorang terhadap dirinya sebagai individu hanya mungkin terjadi karena dihubungkan dengan orang lain dan dengan status orang itu di dalam kelompok sosial tertentu. Status ini dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh bahasa lewat berbagai cara.

Seringkali bahasa yang digunakan kelompok tertentu memiliki kesesuaian dengan aspek-aspek lain dari identitas sosial dan keanggotaan kelompok itu, seperti misalnya gaya berpakaian, potongan rambut, dan selera musik. Disisi lain, penutur akan memerhatikan yang mereka ajak bicara dan akan mengubah gaya bicara mereka sesuai dengan lawan bicara (disain pemirsa). Orang akan berusaha untuk menunjukkan solidaritas dan kesepakatan ketika berhadapan dengan orang lain dan rasa solidaritas atau kesepakatan ini bisa ditunjukkan anata lain dengan menggunakan konvergensi linguistik.

Seorang penutur bisa jadi ingin menanyakan dirinya dengan berbagai jenis kelompok pada waktu yang berbeda-beda, sehingga pola-pola linguistik yang mereka hasilkan akan berubah-ubah. Masalah afiliasi kelompok dan identitas dapat menentukan pilihan yang diambil penutur tentang bagaimana ia berbicara, atau bagi mereka yang menguasai dua bahasa atau lebih memilih bahasa mana yang akan digunakan. Fredrik (1988)[1] menegaskan bahwa untuk memperoleh jenjang sosial yang diinginkan, dan untuk mendapatkan kesempatan ini di masyarakat, mereka harus menghilangkan atau menutupi ciri sosialnya. Sehingga mereka dengan leluasa masuk ke jenjang sosial manapun yang diinginkannya.

Identitas budaya sering kali tertumpu pada bahasa yang digunakan. Hak untuk menentukan bahasa dan pengakuan lewat bahasa sering kali menjadi berperan penting dalam konflik-konflik sosial-politik yang terjadi di seluruh dunia. Upaya untuk mempertahankan sebuah bahasa minoritas di tengah-tengah budaya lain yang menjadi mayoritas sering kali terkait dengan keinginan untuk mempertahankan nilai-nilai dan identitas budaya yang unik dari para penuturnya. Kemampuan berbicara dalam bahasa tertentu akan membuka atau menutup kesempatan untuk memasuki struktur-struktur sosial dan instruksional. Sehingga penutur bahasa tertentu akan mendapatkan hak yang lebih besar daripada penutur bahasa lain.

Bahasa juga merupakan kendali sosial. Soekanto (dalam Narwoko, 2007)[2] menyebutkan pengendali sosial merupakan suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku. Artinya, bahasa yang digunakan khususnya dalam identitas kelompok, merupakan kendali agar memegang aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut.

Pada umumnya, identitas seseorang-individu atau kelompok-, tercermin dalam setiap bahasa yang digunakannya. Penggunaan aksen dan dialek orang Sunda akan berbeda dengan penggunaan aksen dan dialek orang Madura. Walaupun keduanya berbicara dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut dapat menunjukkan identitas asal, kelas sosial, tingkat pendidikan, dan status sosial lainnya. Namun hal ini tidak selalu demikian. Orang dari etnis atau kelompok tertentu menggunakan bahasa yang menjadi identitas kelompok lain. Bahkan terkadang bahasa yang digunakan seseorang bisa sama sekali tidak mencerminkan karakteristik atau identititas suatu kelompok tertentu yang digunakannya. Begitu pula dengan status sosial yang disandangnya.

Dengan demikian, identitas adalah ciri dari diri pribadi seseorang. Identitas adalah bagaimana seseorang merepresentasikan karakternya. Identitas adalah sikap seseorang membahasakan keberadaannya. Hal ini akan tercermin dalam setiap perilaku, kebiasaan, gaya bicara, gaya hidup, pola pikir, dan segala sesuatu yang melekat pada dirinya. Identitas akan terus berjalan dinamis sejalan dengan perkembangan status sosial, tingkat pendidikan, dan upaya lain yang dijalani dalam kehidupannya.


[1] Bart, Fredrik. Kelompok Etnik dan Batasannya, (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 127.

[2] Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi; Teks Pengantra dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. 29

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *