Untaian Doa dalam Sujud Panjangku (1)

Tangisnya memenuhi ruangan.

Sementara di luar sana, gema takbir membahana. Tabuh bedug menggemuruhkan dada bagi siapa pun yang mendengarnya. Di setiap sudut kampung saling bersautan meramaikan kegembiraan umat Islam. Hilir mudik anak kecil membawa kembang api bersorak ria dengan gaun baru mereka. Para ibu saling membagikan beras demi menjalankan kewajiban ketiga mereka sebagai muslim. Panitia zakat pun sibuk melayani masyarakat yang silih berganti berdatangan.

 

Lebaran kali ini bukan suka yang kami rasa seperti lebaran-lebaran sebelumnya. Walaupun biasanya ketupat tak dapat kami sajikan, gaun baru tak dapat kami pakai, namun dengan rahmat sehat yang Ia berikan kami sangat berbahagia.

Sepi.

Ketika Rasya mulai tertidur karena lelahnya menangis. Kami tak mampu pejamkan mata walau hanya sedetik. Iba dengan keadaannya.

Saat itu hari ke 24 bulan Ramadhan. Betapa bahagia aku bisa berkumpul bersama keluarga, berbuka dan sahur bersama. Terlebih dengan kehadiran adik kecil yang dinanti-nantikan. Adik laki-lakiku, Rasya.

Wajahnya yang imut, kulit putih, gempal, dan menggemaskan. Walau sebenarnya aku tak dapat menyaksikan kelahirannya karena saat itu aku sedang mencari ilmu di lautan-Nya. Di bulan ramadhan ini, usianya genap empat bulan.

Naluri bagi setiap wanita dewasa berada di dekat bayi, layaknya seorang ibu, cakap merawat, menggendong, menggantikan popok, membuatkan susu.

Siang itu Rasya kugendong pergi ke tempat nenek. Jarak rumahku dan nenek lumayan jauh. Saat perjalanan pulang, tiba-tiba Rasya memberikan reaksi yang mengejutkan dan mengkhawatirkanku. Ia seperti kejang-kejang.

Segera bergegas lari aku ke rumah. Tangisnya semakin kencang. Kami bingung apa yang terjadi dengan Rasya. Abah segera memanggil dukun bayi. Umi dan aku tak henti-hentinya menangis dan berdoa untuk Rasya agar segera pulih. Namun tak ada perubahan, tangis Rasya semakin menjadi. Kejangnya tak dapat kami hentikan. Sang dukun bayi pun terlihat bingung. Ia berusaha segala macam cara. Setelah hampir dua jam Rasya menangis, akhirnya ia pun dapat tertidur. Kami hanya bisa berdoa semoga kejangnya tidak terulang kembali.

Beberapa jam Rasya tertidur. Namun tengah malam ia kembali membangunkan kami. Hal siang tadi terulang. Para tetangga pun berdatangan. Kami semakin bingung. Kali ini tangis Rasya tak seperti biasanya. Sang dukun bayi kembali hadir. Aku tak bisa lakukan apa pun. Aku tak tega melihat adik kesayanganku, Rasya, menangis mengelu seolah menahan sakit yang tak tertahankan dengan kedua matanya yang tertutup.

Aku ambil air suci milik-Nya. Merasakan rahmat dari setiap tetes yang mengalir dari sumber air-Nya. Sungguh kuasa-Mu membuat air bersih ini terasa lembut dan menyejukkan hati.

Aku tersungkur dalam sujud panjang-Nya. Meratap, memohon, mengiba pada-Nya Yang Maha Cinta. Tak sanggup melihat umi berurai air mata terus-menerus.

Ujian dan teguran berbeda tipis. Siapa sangka apa yang terjadi pada kami saat ini. Namun aku yakinkan pada diri           ¹ œAllah tidak akan memberikan sesuatu di luar batas hamba-Nya, sebesar apapun cobaan dan ujian, itu hanya sebagian kecil dari yang akan pasti bisa hamba-Nya lewati.\’

Aku bersyukur akhirnya Rasya berhenti dari tangisnya. Selidik-selidik ia terbangun karena suara petasan yang mengagetkan. Ia tak dapat menerima rangsangan suara yang dengan tiba-tiba datang. Bahkan suara bersin orang di sampingnya pun tak kuasa ia hadapkan.

Waktu sahur tiba. Seperti biasa, para pemuda kampung berkeliling untuk membangunkan masyarakat agar sahur mereka tidak terlambat. Kami bingung apa yang akan terjadi jika para pemuda datang dengan suara kentongan mereka pasti akan mengagetkan Rasya. Kami berusaha agar Rasya tidak dapat mendengarnya. Dan Alhamdulillah kami temukan cara untuk menutup telinganya dengan kapas, setidaknya dapat mengurangi pendengaran dia.

Mentari pagi ini terasa hangat memeluk dinginnya jiwaku. Betapa kebesaran-Nya sangat merasuk. Ia masih muncul dari peraduannya di sebelah timur. Suara kokok ayam gembira ria makan bersama pun mengikuti keberadaanku. Tak henti-hentinya aku bersyukur masih dapat menemani umi dan abah melewati uji dari-Mu. (bersambung…)

Leave a Reply

2 komentar pada “Untaian Doa dalam Sujud Panjangku (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *