Di antara Anda, pembaca, dan majalah ini ada seorang penjaga bahasa. Ia resmi disebut redaktur bahasa. Dialah orang terakhir yang membaca majalah ini sebelum sampai ke Anda.
Seorang penulis boleh saja menurunkan artikel berita
yang sangat menarik. Seorang
redaktur pelaksana silakan saja menyunting naskah seorang penulis dengan piawai. Namun semua itu bisa tak berarti bilamana dalam naskah terdapat kesalahan data, fakta, ejaan nama, atau ada ketidakkonsistenan menyebut peristiwa, misalnya. Seorang
redaktur bahasa diharapkan menengarai itu semua, memperbaikinya, atau melaporkannya kepada
redaktur atau
redaktur pelaksana.
Seingat saya, adanya
redaktur bahasa di media massa Indonesia belum begitu lama dibandingkan dengan usia pers Indonesia. Baru di akhir 1970-an majalah Tempo mempunyai
redaktur bahasa dan mestinya di sekitar tahun itulah media massa lain juga baru menyadari perlunya ada
redaktur bahasa.
Mungkin 30 tahun belum terlalu lama. Banyak yang menduga bahwa pekerjaan seorang
redaktur bahasa adalah memperbaiki kata yang salah ketik serta mengoreksi penulisan kata dan kalimat yang tidak baku. Dugaan itu tak terlalu salah, tapi bukan hanya itu yang harus dilakukan oleh seorang
redaktur bahasa. Seperti telah disebutkan, pekerjaan
redaktur bahasa adalah mempertanyakan konsistensi tulisan.
Tapi harap dimaklumi, tugas seorang
redaktur bahasa bukanlah mengurusi struktur, isi, bahan yang kurang, dan sebagainya yang berkaitan dengan kualitas sebuah artikel. Apalagi menulis ulang sebuah artikel. Itu bukanlah urusan
redaktur bahasa. Ini urusan penulis dan
redaktur pelaksana. Jadi, keseluruhan tulisan adalah tanggung jawab
redaktur pelaksana. Penyuntingan yang dilakukan
redaktur pelaksana bukanlah urusan kalimat “indah” atau “tak indah” seperti mungkin banyak kita dengar, melainkan susunan tulisan, sudut pandang, kelengkapan isi, sumber-sumber yang relevan, serta arah tulisan sampai masalah keamanan mungkinkah tulisan ini diperkarakan secara hukum. Sedangkan koreksi akhir, seperti misalnya salah cetak, salah data, kalimat yang tidak lengkap, kalimat yang rancu, dan penulisan nama yang tidak konsisten, itulah urusan
redaktur bahasa.
Di halaman kolofon sebuah buku, lazimnya dicantumkan keterangan tentang buku tersebut, termasuk nama redaktur atau editor buku. Sama halnya dengan di media massa, pekerjaan editor buku pun melihat secara keseluruhan isi buku, layak-tidaknya diterbitkan. Apakah susunan bab per bab masuk akal, apakah bab pembuka perlu diganti, dan sebagainya, itu urusan editor. Akan halnya ihwal koreksi penulisan kata, data, pembagian alinea, kalimat yang membingungkan, ketidaktepatan peletakan titik dan koma, kata yang perlu dicetak miring atau yang perlu diberi tanda kutip semua ini urusan
redaktur bahasa.
Jadi,
redaktur bahasa, baik di media massa maupun di buku, ibarat “tukang sapu” yang membersihkan sebuah lorong dari sampah dan lain-lain yang bisa membuat pejalan kaki merasa tidak nyaman atau bahkan mungkin jatuh terpeleset. Idealnya,
redaktur bahasa juga bisa mengusulkan ternyata ada sebagian jalan itu yang menonjol dan tidak enak dilalui. Pak insinyur jalan bisa saja kemudian meratakan jalan itu, atau membiarkannya karena tonjolan ini memang disengaja untuk memperlambat jalan sepeda motor, umpamanya.
Alhasil, peran seorang
redaktur bahasa ternyata tidak sepele. Dialah orang terakhir di pihak penerbit yang membuat Anda merasa enak membaca majalah, surat kabar, atau buku. Karena itu, redaktur bahasa juga harus mengembangkan pengetahuan umumnya, termasuk membaca rubrik “
Bahasa!” ini.
Yang aneh, cobalah buka halaman kolofon buku-buku terbitan Indonesia. Jarang sekali yang mencantumkan nama
redaktur bahasanya. Atau memang dia ini tak ada dalam per usahaan penerbitan buku? Atau tugasnya dirancukan dengan
editor? Kalau banyak buku terbitan Indonesia yang tak nyaman dibaca, harap maklum, mungkin pos “
redbas” ini belum dipahami benar.
kalau di setiap media mainstream saya rasa redaktur bahasa selalu ada. dengan jobdesk seperti yang ditulis di atas. dan pengalaman saat menjadi editor sebuah buku tugasnya memang mengobrak-abrik isi tulisan agar bisa mengena ke pembaca. Namanya mengobrak-abrik pasti lebih pada struktur, bukan lagi ejaan. barisan kalimat yang mulanya diakhir digeser ke awal, dst.
cuma saya sedikit bingung dengan penjabaran diatas. menurutku editor adalah istilah english dari redaktur. Jadi keduanya berarti sama. begini kira-kira:
Indonesia : English
Redaksi : editorial
Redaktur : editorial staff
Pemred : editorial in chief
CMIIW
Saya juga bingung tadinya, tapi setelah baca beberapa referensi, memang editing, editor, dan redaktur; sama.
Orang yang melakukan editing disebut editor. Samakah editor dan redaktur? Sama. Istilah editor diserap dari bahasa Inggris, sementara redaktur merupakan serapan dari bahasa Belanda, redacteur.
ooo… saya baru tahu kalau redaktur itu dari Belanda 🙂
nais inpoh, ane bantu sundul.. up..up… 😛
jadi editor susah ya,,,
ngedit tulisan satuuu aja bisa ampe jam2an
Apapun bahasanya, baik editor, redaktur de es be,intinya “gardener’y” berita.Wah, makasih banget nih ye atas ilmunye…
Saya tunggu ilmu selanjutnya mbak lia 🙂
@Atsaqila: Kalo sudah terbiasa, enjoy aja tuuh 🙂
makasih mbak, baru tau aku .. .
emang kayaknya jadi redaktur tuh susah ya…?
indak jg ^_^
terus belajar….